Desember 23rd, 2018 // ForBALI

Sibuk Klarifikasi Ijin Baru Reklamasi, ForBALI Bantah Setiap Pernyataan Menteri Susi Pudjiastuti

Terkuaknya ijin lokasi reklamasi yang baru yang terbit pada tanggal 29 November 2018 dalam Konsultasi Teknis Dokumen Antara RZWP3K Provinsi Bali yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut di Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta, Rabu 19 Desember 2018 membuat Menteri Susi Pudjiastuti terus mengklarifikasi dan membuat pernyataan yang mengulang-ulang tentang beda ijin lokasi dan ijin pelaksanaan di berbagai media. Hal tersebut disinyalir membuat publik bingung dan Menteri Susi Pudjiastuti seakan-akan menganggap rakyat bali yang selama ini bergerak selama 5 tahun menentang rencana reklamasi Teluk Benoa tidak paham akan beda serta tahapan perijinan reklamasi Teluk Benoa.

Minggu 23 Desember 2018 ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) menggelar konferensi pers terkait bantahan terhadap pernyataan menteri Susi Pudjiastuti yang dianggap menyesatkan. Wayan Gendo Suardana koordinator ForBALI menjelaskan ada 5 Point jawaban yang akan diklarifikasi mengenai tanggapan yang selama ini beredar di media terkait diterbitkannya ijin lokasi reklamasi oleh Menteri Susi Pudjiastuti.

Gendo menjelaskan yang pertama ialah pernyataan yang disampaikan oleh Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan RI bahwa KKP tidak pernah terbitkan izin reklamasi Teluk Benoa, disini Gendo menjawab bahwa “Dalam bab III tentang perizinan reklamasi yang tertuang dalam Perpres 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang selanjutnya disebut dengan Perpres reklamasi, pada pasal 15 Perpres tersebut mengatur bahwa pemerintah daerah dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, pasal tersebut memiliki makna bahwa perizinan reklamasi terdiri dari izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dan hal tersebut berarti izin lokasi adalah bagian dari izin reklamasi” jelasnya. Oleh karenanya, pernyataan KKP yang tidak memberikan izin reklamasi, melainkan izin lokasi reklamasi adalah pernyataan yang dapat mengakibatkan penyesatan informasi kepada rakyat dan rakyat dapat terkecoh karena berfikir bahwa izin lokasi bukanlah izin yang yang terkait dengan kegiatan reklamasi.

Selanjutnya Gendo Suardana menjawab terkait pernyataan Susi yang mengatakan bahwa “izin pelaksanaan ini tidak kami terbitkan sampai hari ini, belum ada” dalam konferensi pers di kanal www.youtube.com pada menit ke 1:11-1:15. Terkait dengan penjelaskan yang disampaikan oleh Menteri Susi Pudjiastuti tersebut Gendo mengatakan bahwa “Penting kami sampaikan bahwa rakyat sudah paham perbedaan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Jadi menurut hemat kami anda tidak perlu lagi mengajari rakyat Bali yang sudah konsisten menolak rencana reklamasi Teluk Benoa selama 5 tahun lebih. Dan kami juga tidak ada mengatakan anda menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi, sebab sedari awal kami menyatakan bahwa anda menerbitkan izin lokasi reklamasi. Oleh karenanya aneh saja kami melihat seorang Menteri sibuk mengklarifikasi sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ditudingkan” pungkasnya.

Dan pada point ketiga terkait dengan pernyataan Menteri Susi Pudjiastuti “Kalau Masyarakat Bali ingin mengubah, harus mengubah tata ruangnya. Gubernur dan DPRD membuat tata ruang baru. Pemerintah Bali harus ubah tata ruangnya. Gelar rapat dengan DPRD, hearing dengan masyarakatnya”. Pada point ini Gendo menjawab bahwa “Teluk Benoa sudah menjadi kawasan strategis Nasional dan kewenangannya berada di pusat, dan bukan lagi berada pada Pemerintah Daerah”. Ia menjelaskan bahwa sejak pengaturan kawasan Teluk Benoa diatur melalui Pepres no 45 tahun 2011 tentang penataan ruang kawasan Sarbagita, maka sejak itu pula Teluk Benoa menjadi tata ruang nasional dan dibawah kewenangan pusat. Pun dengan revisi terbatas melalui Perpres no 51 tahun 2014, tetap menjadi kewenangan pusat. “Lalu bagaimana logikanya pengaturan pengaturan ruang di Teluk Benoa yang diatur melalui Peraturan Presiden, anda minta pengubahannya dari daerah ?bukankah kewenangan itu berada secara mutlak di tangan Presiden RI ?” tanya Gendo. apakah hal ini bentuk ketidakpahaman seorang Menteri Susi atau sengaja untuk cuci tangan, sebab usulan menteri susi kepada Rakyat Bali bak mencincang air. “mestinya sebagai Menteri, Susi Pudjiastuti seharusnya  menyarankan Presiden untuk mengubah status kawasan Teluk Benoa kembali menjadi kawasan konservasi sebagaimana yang diatur dalam Perpres 45 tahun 2011 dan mencabut Perpres 51 tahun 2014” imbuhnya.

Lalu pada point keempat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi pudjiatuti diduga menerbitkan izn lokasi reklamasi secara diam-diam dan tidak transparan. Made Juli Untung Pratama selaku direktur WALHI BALI menjelaskan kronologis terkuaknya izin lokasi reklamasi yang baru saat konsultasi dokumen antara RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-pulau Kecil yang diadakan oleh Ditjen Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu 19 Desember 2018. Untung Pratama menuturkan saat staff dari jasa kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengaku bernama Ita menerangkan bahwa izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa sudah terbit pada 29 November 2018. Hal tersebut sontak membuat Ketua Pokja RZWP3K Provinsi Bali terkejut dan menyatakan tidak mengetahui adanya izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa yang baru. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Made Gunaja, juga mengatakan belum menerima tembusan maupun surat izin lokasi tersebut dan Gubernur Bali juga mengakui belum mendapatkan “Hitam diatas Putih” (izin lokasi) melalui pernyataannya di beberapa media. “Sehingga hal ini kami duga izin lokasi yang diterbitkan Menteri Susi Pudjiastuti tersebut, tidak melalui mekanisme mendapatkan pertimbangan terlebih dahulu dari Gubernur Bali. Padahal dalam Perpres reklamasi secara tegas mewajibkan agar meminta pertimbangan dari Bupati, Walikota dan Gubernur Bali sebelum menerbitkan izin lokasi” jelasnya. Sebab dalam hal ini Teluk Benoa merupakan KSNT, dan oleh karenanya penerbitan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa wajib mendapat pertimbangan dari Bupati Badung, Walikota Denpasar dan Gubernur Bali dan apabila tidak dipenuhi maka izin lokasi tersebut menjadi cacat hukum sebab dalam Perpres dikatakan itu bersifat wajib.

Sedangkan pada point yang kelima terkait pernyataan Menteri Susi Pudjiastuti yang selalu menggunakan Perpres Sarbagita sebagai satu-satunya alas hukum untuk menerbitkan izin lokasi untuk PT.TWBI, dalam keterangan pers di www.youtube.com yang berjudul Tanggapan KKP Soal Reklamasi Benoa yang pada menit ke 1:53-2:04 mengatakan “selama tata ruangnya mengijinkan, itu (izin lokasi) bisa diperpanjang, dan itu siapa saja boleh” dan di beberapa media yang mengutip pernyataan Menteri Susi Pudjiastuti ketika mengatakan “izin lokasinya harus kita kasih, kalau tidak, ya kita bisa di PTUN orang”. Dengan tegas Gendo Suardana menjawab bahwa “Perjuangan rakyat yang konsisten menolak rencana reklamasi  Teluk Benoa dapat menjadi dasar sebagai pertimbangan anda untuk menerima atau menolak permohonan izin lokasi PT.TWBI” tegasnya. Sehingga dalil Menteri Susi Pudjiastuti yang berulang kali mengatakan “selama tata ruangnya mengijinkan” hal tersebut bukanlah satu-satunya pertimbangan.

Disamping itu Gendo Juga menambahkan bahwa dapat pula kami jabarkan apabila Menteri Susi Pudjiastuti arif dan bijak, semestinya Susi Pudjiastuti juga menggunakan aspirasi rakyat dan pejabat di Bali yang sudah tegas menyatakan sikap menolak reklamasi Teluk Benoa. Sehingga segala bentuk aspirasi penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa bisa menjadi acuan anda untuk menentukan sikap apakah menyetujui atau menolak permohonan izin lokasi PT.TWBI di Teluk Benoa. Disamping itu periset dari KKP RI yang dimuat dalam jurnal internasional juga menyebutkan bahwa mereklamasi Teluk Benoa akan menyebabkan degradasi terhadap kualitas lingkungan hidup di Teluk Benoa. Harusnya segala hal tersebut mampu menjadi acuan Menteri Susi Pudjiastuti dalam menerbitkan izin lokasi reklamasi. Tidak hanya berkilah pada hal-hal yang bersifat normatif, terlebih lagi mengaburkan inti permasalahan seakan-akan izin lokasi reklamasi bukan bagian dari izin reklamasi

Terkuaknya ijin lokasi reklamasi yang baru yang terbit pada tanggal 29 November 2018 dalam Konsultasi Teknis Dokumen Antara RZWP3K Provinsi Bali yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut di Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta, Rabu 19 Desember 2018 membuat Menteri Susi Pudjiastuti terus mengklarifikasi dan membuat pernyataan yang mengulang-ulang tentang beda ijin lokasi dan ijin pelaksanaan di berbagai media. Hal tersebut disinyalir membuat publik bingung dan Menteri Susi Pudjiastuti seakan-akan menganggap rakyat bali yang selama ini bergerak selama 5 tahun menentang rencana reklamasi Teluk Benoa tidak paham akan beda serta tahapan perijinan reklamasi Teluk Benoa.

Minggu 23 Desember 2018 ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) menggelar konferensi pers terkait bantahan terhadap pernyataan menteri Susi Pudjiastuti yang dianggap menyesatkan. Wayan Gendo Suardana koordinator ForBALI menjelaskan ada 5 Point jawaban yang akan diklarifikasi mengenai tanggapan yang selama ini beredar di media terkait diterbitkannya ijin lokasi reklamasi oleh Menteri Susi Pudjiastuti.

Gendo menjelaskan yang pertama ialah pernyataan yang disampaikan oleh Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan RI bahwa KKP tidak pernah terbitkan izin reklamasi Teluk Benoa, disini Gendo menjawab bahwa “Dalam bab III tentang perizinan reklamasi yang tertuang dalam Perpres 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang selanjutnya disebut dengan Perpres reklamasi, pada pasal 15 Perpres tersebut mengatur bahwa pemerintah daerah dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, pasal tersebut memiliki makna bahwa perizinan reklamasi terdiri dari izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dan hal tersebut berarti izin lokasi adalah bagian dari izin reklamasi” jelasnya. Oleh karenanya, pernyataan KKP yang tidak memberikan izin reklamasi, melainkan izin lokasi reklamasi adalah pernyataan yang dapat mengakibatkan penyesatan informasi kepada rakyat dan rakyat dapat terkecoh karena berfikir bahwa izin lokasi bukanlah izin yang yang terkait dengan kegiatan reklamasi.

Selanjutnya Gendo Suardana menjawab terkait pernyataan Susi yang mengatakan bahwa “izin pelaksanaan ini tidak kami terbitkan sampai hari ini, belum ada” dalam konferensi pers di kanal www.youtube.com pada menit ke 1:11-1:15. Terkait dengan penjelaskan yang disampaikan oleh Menteri Susi Pudjiastuti tersebut Gendo mengatakan bahwa “Penting kami sampaikan bahwa rakyat sudah paham perbedaan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Jadi menurut hemat kami anda tidak perlu lagi mengajari rakyat Bali yang sudah konsisten menolak rencana reklamasi Teluk Benoa selama 5 tahun lebih. Dan kami juga tidak ada mengatakan anda menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi, sebab sedari awal kami menyatakan bahwa anda menerbitkan izin lokasi reklamasi. Oleh karenanya aneh saja kami melihat seorang Menteri sibuk mengklarifikasi sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ditudingkan” pungkasnya.

Dan pada point ketiga terkait dengan pernyataan Menteri Susi Pudjiastuti “Kalau Masyarakat Bali ingin mengubah, harus mengubah tata ruangnya. Gubernur dan DPRD membuat tata ruang baru. Pemerintah Bali harus ubah tata ruangnya. Gelar rapat dengan DPRD, hearing dengan masyarakatnya”. Pada point ini Gendo menjawab bahwa “Teluk Benoa sudah menjadi kawasan strategis Nasional dan kewenangannya berada di pusat, dan bukan lagi berada pada Pemerintah Daerah”. Ia menjelaskan bahwa sejak pengaturan kawasan Teluk Benoa diatur melalui Pepres no 45 tahun 2011 tentang penataan ruang kawasan Sarbagita, maka sejak itu pula Teluk Benoa menjadi tata ruang nasional dan dibawah kewenangan pusat. Pun dengan revisi terbatas melalui Perpres no 51 tahun 2014, tetap menjadi kewenangan pusat. “Lalu bagaimana logikanya pengaturan pengaturan ruang di Teluk Benoa yang diatur melalui Peraturan Presiden, anda minta pengubahannya dari daerah ?bukankah kewenangan itu berada secara mutlak di tangan Presiden RI ?” tanya Gendo. apakah hal ini bentuk ketidakpahaman seorang Menteri Susi atau sengaja untuk cuci tangan, sebab usulan menteri susi kepada Rakyat Bali bak mencincang air. “mestinya sebagai Menteri, Susi Pudjiastuti seharusnya  menyarankan Presiden untuk mengubah status kawasan Teluk Benoa kembali menjadi kawasan konservasi sebagaimana yang diatur dalam Perpres 45 tahun 2011 dan mencabut Perpres 51 tahun 2014” imbuhnya.

Lalu pada point keempat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi pudjiatuti diduga menerbitkan izn lokasi reklamasi secara diam-diam dan tidak transparan. Made Juli Untung Pratama selaku direktur WALHI BALI menjelaskan kronologis terkuaknya izin lokasi reklamasi yang baru saat konsultasi dokumen antara RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-pulau Kecil yang diadakan oleh Ditjen Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu 19 Desember 2018. Untung Pratama menuturkan saat staff dari jasa kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengaku bernama Ita menerangkan bahwa izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa sudah terbit pada 29 November 2018. Hal tersebut sontak membuat Ketua Pokja RZWP3K Provinsi Bali terkejut dan menyatakan tidak mengetahui adanya izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa yang baru. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Made Gunaja, juga mengatakan belum menerima tembusan maupun surat izin lokasi tersebut dan Gubernur Bali juga mengakui belum mendapatkan “Hitam diatas Putih” (izin lokasi) melalui pernyataannya di beberapa media. “Sehingga hal ini kami duga izin lokasi yang diterbitkan Menteri Susi Pudjiastuti tersebut, tidak melalui mekanisme mendapatkan pertimbangan terlebih dahulu dari Gubernur Bali. Padahal dalam Perpres reklamasi secara tegas mewajibkan agar meminta pertimbangan dari Bupati, Walikota dan Gubernur Bali sebelum menerbitkan izin lokasi” jelasnya. Sebab dalam hal ini Teluk Benoa merupakan KSNT, dan oleh karenanya penerbitan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa wajib mendapat pertimbangan dari Bupati Badung, Walikota Denpasar dan Gubernur Bali dan apabila tidak dipenuhi maka izin lokasi tersebut menjadi cacat hukum sebab dalam Perpres dikatakan itu bersifat wajib.

Sedangkan pada point yang kelima terkait pernyataan Menteri Susi Pudjiastuti yang selalu menggunakan Perpres Sarbagita sebagai satu-satunya alas hukum untuk menerbitkan izin lokasi untuk PT.TWBI, dalam keterangan pers di www.youtube.com yang berjudul Tanggapan KKP Soal Reklamasi Benoa yang pada menit ke 1:53-2:04 mengatakan “selama tata ruangnya mengijinkan, itu (izin lokasi) bisa diperpanjang, dan itu siapa saja boleh” dan di beberapa media yang mengutip pernyataan Menteri Susi Pudjiastuti ketika mengatakan “izin lokasinya harus kita kasih, kalau tidak, ya kita bisa di PTUN orang”. Dengan tegas Gendo Suardana menjawab bahwa “Perjuangan rakyat yang konsisten menolak rencana reklamasi  Teluk Benoa dapat menjadi dasar sebagai pertimbangan anda untuk menerima atau menolak permohonan izin lokasi PT.TWBI” tegasnya. Sehingga dalil Menteri Susi Pudjiastuti yang berulang kali mengatakan “selama tata ruangnya mengijinkan” hal tersebut bukanlah satu-satunya pertimbangan.

Disamping itu Gendo Juga menambahkan bahwa dapat pula kami jabarkan apabila Menteri Susi Pudjiastuti arif dan bijak, semestinya Susi Pudjiastuti juga menggunakan aspirasi rakyat dan pejabat di Bali yang sudah tegas menyatakan sikap menolak reklamasi Teluk Benoa. Sehingga segala bentuk aspirasi penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa bisa menjadi acuan anda untuk menentukan sikap apakah menyetujui atau menolak permohonan izin lokasi PT.TWBI di Teluk Benoa. Disamping itu periset dari KKP RI yang dimuat dalam jurnal internasional juga menyebutkan bahwa mereklamasi Teluk Benoa akan menyebabkan degradasi terhadap kualitas lingkungan hidup di Teluk Benoa. Harusnya segala hal tersebut mampu menjadi acuan Menteri Susi Pudjiastuti dalam menerbitkan izin lokasi reklamasi. Tidak hanya berkilah pada hal-hal yang bersifat normatif, terlebih lagi mengaburkan inti permasalahan seakan-akan izin lokasi reklamasi bukan bagian dari izin reklamasi