Agustus 25th, 2016 // ForBALI

Desain Konflik Antar PoliTIKUS dan Aktivis. Bukan Antar Kawan

Desain Konflik Antar PoliTIKUS dan Aktivis. Bukan Antar Kawan

Siapakah yang kini sedang menari-nari di tengah gaduh upaya kriminalisasi Aktivis ForBALI oleh Ormas pospera? TW, Gubernur Bali, dan Politikus DPRD yang tergabung dalam grup TriasPoliTikus (executhieves, legislathieves, mafiathieves) untuk sementara memang bisa sedikit menggelar pesta-pora dengan adanya kasus serangan Ormas si attack dog Adian Napitupulu terhadap Gerakan Rakyat ForBALI.

Opini paling bau penuh intrik dan tipu-muslihat yang sedang dibangun oleh kelompok-kelompok sub-ordinat TWBI dalam membungkam Gerakan Bali Tolak Reklamasi adalah dengan modus baru: Kriminalisasi Aktivis ForBALI.

Seminggu sebelumnya upaya konspirasi licik dan culas dari kelompok-kelompok Reklamasi (bukan dari Pro Reklamasi karena istilah Pro Reklamasi hanya Ilusi) mengadu ke sebuah Komisi di Bali, yang saya tak ingat namanya itu, gagal total. Mungkin gagal dapat “komisi” karena aduan mereka hanya ditanggapi oleh Rakyat Bali Tolak Reklamasi dengan slogan jenaka-nya “Sing Ngerambang Bangken Dongkang” kali ini kelompok yang para bossnya “berteman baik” dengan Boss TWBI tersebut mulai mengeluarkan jurus yang serius.

Kini mereka menggunakan jurus yang sama saat Koordinator Kontras Haris Azhar dihantam dengan taktik: Killing the Messenger. Dengan menggunakan taktik Pelintir isu dan Media Framing, gerombolan yang masuk dalam barisan asuhan investor TWBI ini kemudian melaporkan Koordinator Umum ForBALI: Wayan Gendo Suardana ke Mabes Polri atas tuduhan penghinaan dan rasis (saya juga kurang tahu jika sekarang sudah ada ras baru: “Ras Investor”??!!).

Kelompok pembela pemodal raksasa TW ini lantas coba menghidupkan kembali pasal-pasal karet keturunan darah biru Haatzaai Artikelen-nya penjajah kolonial yang sangat terkenal angker di zaman Orde Bauk. Lusa kemarin, Pemimpin Organisasi Gerakan Rakyat ForBALI, Wayan Gendo Suardana sudah resmi mereka adukan ke Mabes Polri dan 5 Polda lainnya oleh pospera. Sehari setelah pelaporan, karena sudah masuk dalam ranah pidana, maka ForBALI pun merespons-nya dengan menurunkan puluhan Advokat yang siap menanggapi dengan bahasa hukum.

Tapi yang kemudian berkembang di media sosial bukan cuma bahasa hukum dalam menanggapi kasus ini, ada juga ternyata bahasa “teman lama” di sebagian kalangan, bahkan dari pihak lawan ada yang sengaja membuat tweet chripstory nostalgia kacangan. Kisah “teman lama” juga terangkat di antara kawan-kawan yang mengenal dekat sosok Wayan Gendo dan pihak oknum-oknum pelapor pospera seperti Adian, Oktav, Jatmiko. Bahasa romantisme masa lalu yang mengenang masa-masa indah perkawanan antar terlapor dan pelapor membuat beberapa pihak tampak sedikit tampil melankolis. Mengapa antar kawan begitu tega sampai mengadu ke polisi? Mengapa perkawanan bisa tumbang gara-gara ego masing-masing? Mana idealisme yang dulu dibangun bersama? dan pertanyaan penuh sesal lainnya. Saya kira sah-sah saja respons bernuansa nostalgia ini, apalagi jika ia makin dibumbui dengan relasi-relasi peristiwa masa lalu di antara kawan yang mengharu-biru dipenuhi buluh-perindu. Apakah ada yang hilang di sini? Tentu ada. Hal penting yang hilang dari ingatan kawan-kawan yang jatuh iba dengan bernostalgia menanggapi kasus ini adalah:

WAKTU bisa mengubah segalanya! UANG apalagi. Bukankah ada pepatah yang sengaja diciptakan untuk itu: “Waktu adalah Uang.” Tak heran jika ada kelompok arwah penasaran yang terus bertanya: Darimana datangnya Uang Gerakan Rakyat Tolak Reklamasi yang bisa setiap Waktu turun aksi tersebut? Walaupun sudah dijawab langsung di lini massa oleh Massa Aksi Desa Adat dan komunitas ForBALI, kelompok-kelompok asuhan pemodal TWBI ini tak akan pernah mau percaya. Hal yang tidak masuk akal bagi para pemodal rakus adalah: Bagaimana mungkin Rakyat mendanai gerakannya sendiri untuk melawan mereka?! Karena selama ini merekalah yang tekor, terus keluar uang untuk memodali kelompok-kelompok peliharaannya.

Oke, kembali ke soal perkawanan tadi. Belasan tahun lalu, atau 5 tahun silam bisa saja Gendo, Adian, Oktav, Jatmiko menjalin tali pertemanan atau yang lebih dalam lagi: persahabatan. Dulunya mereka sama-sama aktivis pergerakan. Berjuang di medan tempur yang sama: Berorientasi membela rakyat tertindas. Namun bukankah waktu melindas siapa saja. Mereka yang dulu punya predikat aktivis, kini berubah. Adian yang 18 tahun lalu punya predikat aktivis forkot, sekarang bukan aktivis lagi. Dia adalah Poli-Tikus dari sebuah parTAI yang berkuasa saat ini. Selain Poli-Tikus ParTAI Adian juga punya sebuah Ormas yang dibinanya: Pospera. Sebuah Ormas dengan kekuatan Klaim yang berorientasi pada Kekuasaan, yang mungkin di masa depan akan dirancang untuk menjelma jadi sebuah ParTAI Politik. Oktav yang dulu aktivis sekarang adalah juga anggota parTAI politik dan duduk sebagai Pembina pospera Bali.

Apakah sampai disini sudah jelas duduk perkaranya? Kalau mungkin belum, baiklah… Nama-nama yang tadi saya sebutkan bukan saja punya Predikat Poli-Tikus, sebab Pospera, ormas mereka itu juga merupakan bagian dari kelompok yang menyuarakan kepentingan Company TWBI dalam upaya mengubah kawasan Konservasi Teluk Benoa menjadi pulau-pulau buatan dengan cara direklamasi. Mereka sejatinya bukan cuma hendak berbeda pendapat, atau pihak yang pro-reklamasi, justru mereka adalah bagian dalam dari skenario TWBI yang hendak merampas Teluk Benoa untuk kepentingan pihak pemodal dan penguasa.

Lalu apa yang berubah pada diri dan predikat Wayan Gendo Suardana? Kalau wajahnya berubah lebih ganteng dari 10 tahun yang lalu, mungkin saja terjadi, atau malah lebih katos? Terserah Anda menilai. Tapi apakah ada yang mendengar Gendo adalah pengurus, anggota atau kader ParTAI Politik? Tidak! Apakah Gendo adalah anggota Ormas yang bermain dalam ranah politik praktis? Tidak! Predikat Wayan Gendo Suardana masih seorang Aktivis, tepatnya aktivis lingkungan. Dia masih setia di garis perjuangan lingkungan Walhi, dan saat ini duduk di induk Dewan Nasional Walhi. Untuk mencari nafkah dia menjalankan sebuah kantor pengacara kecil dengan sedikit staff. Jauh dari kondisi bermegah-megah.

Apa Pelajaran dasar 1-0-1 dari seorang Poli-Tikus? Ini penting diingat, bagi Poli-Tikus: Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan pribadi. Berbohong dan menipu demi melanggengkan kekuasaan adalah sah dan halal. Menjilat ludah sendiri, inkonsistensi adalah sebuah permainan biasa daripada menganggapnya merendahkan diri sendiri. Menusuk kawan dari belakang adalah seni agung yang wajib dilakoni. Katakan Tidak Pada(hal) Korupsi, karena Uang adalah segala-galanya. Jika semasa masih aktivis punya slogan “Suara Rakyat Suara Tuhan” maka setelah jadi Poli-Tikus slogan itu berubah “Suara DPP dan Ketum Parpol adalah Suara Tuhan! Jika saat aktivis dulu gemar berteriak: Hanya ada satu kata: Lawan! Sejak jadi Poli-Tikus teriaknya jadi beda: Hanya satu kata: Lapor!

Lantas adakah yang berbeda dari Predikat Aktivis dengan Predikat seorang Poli-Tikus? Aktivis yang sesungguhnya akan terus bersuara lantang menentang penguasa lalim sampai kapanpun. Aktivis sejati tidak akan mau berunding dengan perampok yang mau menjarah rumahnya. Sementara seorang yang berpredikat Poli-Tikus biasanya suka basa-basi, sopan santun, ramah dan gemar kompromi dengan para pemodal dan penguasa demi kekuasaan yang dibatasi waktu 5 tahun sekali.

Jadi jelas bahwa ini bukan lagi konflik antar kawan, tapi sebuah desain konflik yang lebih luas antara PoliTIKUS dengan para Aktivis Pejuang Lingkungan, Aktivis yang mati-matian Membela Bali, Tanah Airnya, Ibu Pertiwinya, Aktivis yang memperjuangkan keyakinan bahwa laut adalah bagian dari kedaulatan alam dan adat-istiadatnya. Gendo diangkat oleh Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi sebagai Koordinator Umum, sebagai Pemimpin. Dan seperti yang juga terpateri pada setiap anggota ForBALI, Gendo yakin sekali dengan apa yang diperjuangkannya. Begitu pula dengan Rakyat Desa Adat yang bergerak bersama. Wayan Gendo adalah pemimpin dengan karakter dan integritas yang kuat, sekuat pecahan granat. Dia tak akan pernah mundur memimpin perlawanan terhadap Raksasa Tamak dan Rakus yang hendak menghisap Alam dan Kedaulatan Bali. Dia hanya akan berhenti jika, seperti yang pernah diikrarkannya, nyawanya sudah tidak lagi di kandung badan.

Gendo dan semua Aktivis Rakyat Bali Tolak Reklamasi akan terus menggaungkan perlawanan dan menyanyikan lagu penyemangat mereka: Bali Tolak Reklamasi!
Sementara para Poli-Tikus juga punya lagu wajibnya:
“Simanjuntak gentar Sinambela yang bayar pakai duit Siregar…”

#‎SayaTolakReklamasi
#‎LawanKriminalisasiAktivisForBALI
#‎BatalkanPerpres51Thn2014

Penulis: Roberto Hutabarat
Sumber: http://bit.ly/2bjtuYc

Desain Konflik Antar PoliTIKUS dan Aktivis. Bukan Antar Kawan

Siapakah yang kini sedang menari-nari di tengah gaduh upaya kriminalisasi Aktivis ForBALI oleh Ormas pospera? TW, Gubernur Bali, dan Politikus DPRD yang tergabung dalam grup TriasPoliTikus (executhieves, legislathieves, mafiathieves) untuk sementara memang bisa sedikit menggelar pesta-pora dengan adanya kasus serangan Ormas si attack dog Adian Napitupulu terhadap Gerakan Rakyat ForBALI.

Opini paling bau penuh intrik dan tipu-muslihat yang sedang dibangun oleh kelompok-kelompok sub-ordinat TWBI dalam membungkam Gerakan Bali Tolak Reklamasi adalah dengan modus baru: Kriminalisasi Aktivis ForBALI.

Seminggu sebelumnya upaya konspirasi licik dan culas dari kelompok-kelompok Reklamasi (bukan dari Pro Reklamasi karena istilah Pro Reklamasi hanya Ilusi) mengadu ke sebuah Komisi di Bali, yang saya tak ingat namanya itu, gagal total. Mungkin gagal dapat “komisi” karena aduan mereka hanya ditanggapi oleh Rakyat Bali Tolak Reklamasi dengan slogan jenaka-nya “Sing Ngerambang Bangken Dongkang” kali ini kelompok yang para bossnya “berteman baik” dengan Boss TWBI tersebut mulai mengeluarkan jurus yang serius.

Kini mereka menggunakan jurus yang sama saat Koordinator Kontras Haris Azhar dihantam dengan taktik: Killing the Messenger. Dengan menggunakan taktik Pelintir isu dan Media Framing, gerombolan yang masuk dalam barisan asuhan investor TWBI ini kemudian melaporkan Koordinator Umum ForBALI: Wayan Gendo Suardana ke Mabes Polri atas tuduhan penghinaan dan rasis (saya juga kurang tahu jika sekarang sudah ada ras baru: “Ras Investor”??!!).

Kelompok pembela pemodal raksasa TW ini lantas coba menghidupkan kembali pasal-pasal karet keturunan darah biru Haatzaai Artikelen-nya penjajah kolonial yang sangat terkenal angker di zaman Orde Bauk. Lusa kemarin, Pemimpin Organisasi Gerakan Rakyat ForBALI, Wayan Gendo Suardana sudah resmi mereka adukan ke Mabes Polri dan 5 Polda lainnya oleh pospera. Sehari setelah pelaporan, karena sudah masuk dalam ranah pidana, maka ForBALI pun merespons-nya dengan menurunkan puluhan Advokat yang siap menanggapi dengan bahasa hukum.

Tapi yang kemudian berkembang di media sosial bukan cuma bahasa hukum dalam menanggapi kasus ini, ada juga ternyata bahasa “teman lama” di sebagian kalangan, bahkan dari pihak lawan ada yang sengaja membuat tweet chripstory nostalgia kacangan. Kisah “teman lama” juga terangkat di antara kawan-kawan yang mengenal dekat sosok Wayan Gendo dan pihak oknum-oknum pelapor pospera seperti Adian, Oktav, Jatmiko. Bahasa romantisme masa lalu yang mengenang masa-masa indah perkawanan antar terlapor dan pelapor membuat beberapa pihak tampak sedikit tampil melankolis. Mengapa antar kawan begitu tega sampai mengadu ke polisi? Mengapa perkawanan bisa tumbang gara-gara ego masing-masing? Mana idealisme yang dulu dibangun bersama? dan pertanyaan penuh sesal lainnya. Saya kira sah-sah saja respons bernuansa nostalgia ini, apalagi jika ia makin dibumbui dengan relasi-relasi peristiwa masa lalu di antara kawan yang mengharu-biru dipenuhi buluh-perindu. Apakah ada yang hilang di sini? Tentu ada. Hal penting yang hilang dari ingatan kawan-kawan yang jatuh iba dengan bernostalgia menanggapi kasus ini adalah:

WAKTU bisa mengubah segalanya! UANG apalagi. Bukankah ada pepatah yang sengaja diciptakan untuk itu: “Waktu adalah Uang.” Tak heran jika ada kelompok arwah penasaran yang terus bertanya: Darimana datangnya Uang Gerakan Rakyat Tolak Reklamasi yang bisa setiap Waktu turun aksi tersebut? Walaupun sudah dijawab langsung di lini massa oleh Massa Aksi Desa Adat dan komunitas ForBALI, kelompok-kelompok asuhan pemodal TWBI ini tak akan pernah mau percaya. Hal yang tidak masuk akal bagi para pemodal rakus adalah: Bagaimana mungkin Rakyat mendanai gerakannya sendiri untuk melawan mereka?! Karena selama ini merekalah yang tekor, terus keluar uang untuk memodali kelompok-kelompok peliharaannya.

Oke, kembali ke soal perkawanan tadi. Belasan tahun lalu, atau 5 tahun silam bisa saja Gendo, Adian, Oktav, Jatmiko menjalin tali pertemanan atau yang lebih dalam lagi: persahabatan. Dulunya mereka sama-sama aktivis pergerakan. Berjuang di medan tempur yang sama: Berorientasi membela rakyat tertindas. Namun bukankah waktu melindas siapa saja. Mereka yang dulu punya predikat aktivis, kini berubah. Adian yang 18 tahun lalu punya predikat aktivis forkot, sekarang bukan aktivis lagi. Dia adalah Poli-Tikus dari sebuah parTAI yang berkuasa saat ini. Selain Poli-Tikus ParTAI Adian juga punya sebuah Ormas yang dibinanya: Pospera. Sebuah Ormas dengan kekuatan Klaim yang berorientasi pada Kekuasaan, yang mungkin di masa depan akan dirancang untuk menjelma jadi sebuah ParTAI Politik. Oktav yang dulu aktivis sekarang adalah juga anggota parTAI politik dan duduk sebagai Pembina pospera Bali.

Apakah sampai disini sudah jelas duduk perkaranya? Kalau mungkin belum, baiklah… Nama-nama yang tadi saya sebutkan bukan saja punya Predikat Poli-Tikus, sebab Pospera, ormas mereka itu juga merupakan bagian dari kelompok yang menyuarakan kepentingan Company TWBI dalam upaya mengubah kawasan Konservasi Teluk Benoa menjadi pulau-pulau buatan dengan cara direklamasi. Mereka sejatinya bukan cuma hendak berbeda pendapat, atau pihak yang pro-reklamasi, justru mereka adalah bagian dalam dari skenario TWBI yang hendak merampas Teluk Benoa untuk kepentingan pihak pemodal dan penguasa.

Lalu apa yang berubah pada diri dan predikat Wayan Gendo Suardana? Kalau wajahnya berubah lebih ganteng dari 10 tahun yang lalu, mungkin saja terjadi, atau malah lebih katos? Terserah Anda menilai. Tapi apakah ada yang mendengar Gendo adalah pengurus, anggota atau kader ParTAI Politik? Tidak! Apakah Gendo adalah anggota Ormas yang bermain dalam ranah politik praktis? Tidak! Predikat Wayan Gendo Suardana masih seorang Aktivis, tepatnya aktivis lingkungan. Dia masih setia di garis perjuangan lingkungan Walhi, dan saat ini duduk di induk Dewan Nasional Walhi. Untuk mencari nafkah dia menjalankan sebuah kantor pengacara kecil dengan sedikit staff. Jauh dari kondisi bermegah-megah.

Apa Pelajaran dasar 1-0-1 dari seorang Poli-Tikus? Ini penting diingat, bagi Poli-Tikus: Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan pribadi. Berbohong dan menipu demi melanggengkan kekuasaan adalah sah dan halal. Menjilat ludah sendiri, inkonsistensi adalah sebuah permainan biasa daripada menganggapnya merendahkan diri sendiri. Menusuk kawan dari belakang adalah seni agung yang wajib dilakoni. Katakan Tidak Pada(hal) Korupsi, karena Uang adalah segala-galanya. Jika semasa masih aktivis punya slogan “Suara Rakyat Suara Tuhan” maka setelah jadi Poli-Tikus slogan itu berubah “Suara DPP dan Ketum Parpol adalah Suara Tuhan! Jika saat aktivis dulu gemar berteriak: Hanya ada satu kata: Lawan! Sejak jadi Poli-Tikus teriaknya jadi beda: Hanya satu kata: Lapor!

Lantas adakah yang berbeda dari Predikat Aktivis dengan Predikat seorang Poli-Tikus? Aktivis yang sesungguhnya akan terus bersuara lantang menentang penguasa lalim sampai kapanpun. Aktivis sejati tidak akan mau berunding dengan perampok yang mau menjarah rumahnya. Sementara seorang yang berpredikat Poli-Tikus biasanya suka basa-basi, sopan santun, ramah dan gemar kompromi dengan para pemodal dan penguasa demi kekuasaan yang dibatasi waktu 5 tahun sekali.

Jadi jelas bahwa ini bukan lagi konflik antar kawan, tapi sebuah desain konflik yang lebih luas antara PoliTIKUS dengan para Aktivis Pejuang Lingkungan, Aktivis yang mati-matian Membela Bali, Tanah Airnya, Ibu Pertiwinya, Aktivis yang memperjuangkan keyakinan bahwa laut adalah bagian dari kedaulatan alam dan adat-istiadatnya. Gendo diangkat oleh Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi sebagai Koordinator Umum, sebagai Pemimpin. Dan seperti yang juga terpateri pada setiap anggota ForBALI, Gendo yakin sekali dengan apa yang diperjuangkannya. Begitu pula dengan Rakyat Desa Adat yang bergerak bersama. Wayan Gendo adalah pemimpin dengan karakter dan integritas yang kuat, sekuat pecahan granat. Dia tak akan pernah mundur memimpin perlawanan terhadap Raksasa Tamak dan Rakus yang hendak menghisap Alam dan Kedaulatan Bali. Dia hanya akan berhenti jika, seperti yang pernah diikrarkannya, nyawanya sudah tidak lagi di kandung badan.

Gendo dan semua Aktivis Rakyat Bali Tolak Reklamasi akan terus menggaungkan perlawanan dan menyanyikan lagu penyemangat mereka: Bali Tolak Reklamasi!
Sementara para Poli-Tikus juga punya lagu wajibnya:
“Simanjuntak gentar Sinambela yang bayar pakai duit Siregar…”

#‎SayaTolakReklamasi
#‎LawanKriminalisasiAktivisForBALI
#‎BatalkanPerpres51Thn2014

Penulis: Roberto Hutabarat
Sumber: http://bit.ly/2bjtuYc