November 15th, 2016 // ForBALI

Surat Undangan Tidak Jelas, ForBALI Tolak Hadiri Undangan Menko Polhukam

Undangan Menko Polhukam

Polemik Reklamasi Teluk Benoa masih terus bergulir. Setelah cukup lama tidak terlihat upaya-upaya secara langsung dari PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI), investor yang berencana mereklamasi Teluk Benoa Bali, kali ini PT TWBI melakukan upayanya melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Demikian diungkap oleh Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), I Wayan Gendo Suardana, yang mendapatkan undangan dari Kemenko Polhukam (dalam hal ini Deputi bidang Koordinator Hukum dan HAM) melalui surat nomor: Un-1422/Polhukam/De-III/HK.04.04.1/11/2016, tertanggal 8 November 2016. Pada pokoknya, surat itu menyatakan undangan rapat koordinasi guna menyelesaikan masalah sebagaimana dimaksud oleh surat PT TWBI mengenai permohonan penegakan hukum.

Atas surat tersebut, Gendo menyatakan keheranannya, mengingat surat itu tidak jelas agendanya dan hanya menyatakan meneruskan permohonan PT TWBI, selain itu Gendo juga mempertanyakan komposisi peserta undangan dari luar pemerintah: “ForBALI mendapatkan undangan rapat koordinasi dari Kemenko Polhukam di Jakarta, untuk koordinasi terkait dengan surat dari PT TWBI mengenai permohonan penegakan hukum. Kami sangat heran mengingat tidak ada penjelasan rinci mengenai agenda pertemuan tersebut. Jikapun tentang penegakan hukum, lalu dalam kaitan apa ForBALI diundang. Penegakan hukum seperti apa?”

Lebih lanjut Gendo menyatakan keheranannya, “lebih aneh lagi, setelah saya cermati, dari daftar undangan yang ada pada lampiran surat, khusus undangan yang non pemerintah justru lebih banyak dari organisasi masyarakat yang memang sudah diketahui umum sebagai pendukung PT TWBI seperti Yayasan Bumi Bali Bagus dan Forum Peduli Mangrove Bali.”

“Komposisi undangan seperti ini kerap kami temui. Padahal, semestinya jika kementerian seharusnya mengundang pula elemen-elemen masyarakat Bali yang menolak Reklamasi termasuk seharusnya mengutamakan mengundang Pasuabayan Desa adat/Pakraman Bali tolak Reklamasi Teluk Benoa yang notabene adalah pimpinan gerakan rakyat adat Bali menolak Reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya menambahkan.

ForBALI mengirimkan surat kepada Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI tertanggal 14 November 2016. Isi Surat ForBALI pada intinya meminta jawaban dan permohonan klarifikasi kepada Deputi Bidkor Hukum dan HAM RI, atas surat undangan rapat koordinasi yang telah dikirimkan kepada ForBALI tertanggal 8 November 2016. Surat perihal jawaban dan permohonan klarifikasi telah dikirimkan ForBALI dan ditembuskan kepada Sesmenko Polhukam dan Karo Sidhal kemarin (senin, 15 November 2016).

Jawaban dan permohonan klarifikasi diminta oleh ForBALI karena surat undangan yang dikirimkan oleh Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI tidak jelas maksud dan tujuannya. Deputi Bidkor Hukum dan HAM, hanya menjelaskan bahwa rapat koordinasi yang dimaksud adalah berdasarkan surat dari PT. TWBI, tertanggal 18 Juli 2016 perihal penegakan hukum. Surat Deputi Bidkor Hukum dan HAM RI sama sekali tidak menjelaskan permasalahan penegakan hukum apa yang dimaksud oleh PT.TWBI sehingga harus melibatkan ForBALI.

Surat yang dikirimkan ForBALI juga mempertanyakan kapasitas Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI dalam hal memfasilitasi pertemuan. Karena, surat undangan Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam hanya didasari oleh surat dari PT.TWBI perihal permohonan penegakan hukum.

ForBALI juga mempertanyakan sikap Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI yang tidak mengundang elemen-elemen yang bergerak di dalam isu penegakan hukum seperti Yayasan Lembga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).

Gendo menyatakan pihaknya terus terang mempertanyakan apa kapasitas dari Kemenko Polhukam mengadakan pertemuan ini. Kemenko Polhukam sedemikian responsifnya menindakanjuti permohonan dari swasta yakni PT TWBI. “Pertanyaan baliknya, apakah Kemenko Polhukam akan melakukan tindakan yang sama jika ForBALI yang meminta fasilitasi dari pemerintah?” ujarnya retoris.

“Kami akhirnya berkirim surat kepada Kementerian Polhukam untuk meminta klarifikasi ketidakjelasan agenda tersebut. Sangat tidak mungkin kami datang ke Jakarta untuk hal-hal yang tidak jelas,” katanya.

“Hal itulah yang membuat Kami dari ForBALI mengirimkan surat klarifikasi dan kami telah memutuskan tidak akan mendatangi pertemuan tersebut sepanjang tidak ada klarifikasi dari Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI yang mengadakan rapat koordinasi ini. Kami tidak anti dialog tetapi kami juga ingin dialog dilakukan dalam keadaan yang terang dan jelas serta setara,” tegas Gendo menyebutkan alasan ketidakhadiran ForBALI dalam pertemuan tersebut.

Undangan Menko Polhukam

Polemik Reklamasi Teluk Benoa masih terus bergulir. Setelah cukup lama tidak terlihat upaya-upaya secara langsung dari PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI), investor yang berencana mereklamasi Teluk Benoa Bali, kali ini PT TWBI melakukan upayanya melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Demikian diungkap oleh Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), I Wayan Gendo Suardana, yang mendapatkan undangan dari Kemenko Polhukam (dalam hal ini Deputi bidang Koordinator Hukum dan HAM) melalui surat nomor: Un-1422/Polhukam/De-III/HK.04.04.1/11/2016, tertanggal 8 November 2016. Pada pokoknya, surat itu menyatakan undangan rapat koordinasi guna menyelesaikan masalah sebagaimana dimaksud oleh surat PT TWBI mengenai permohonan penegakan hukum.

Atas surat tersebut, Gendo menyatakan keheranannya, mengingat surat itu tidak jelas agendanya dan hanya menyatakan meneruskan permohonan PT TWBI, selain itu Gendo juga mempertanyakan komposisi peserta undangan dari luar pemerintah: “ForBALI mendapatkan undangan rapat koordinasi dari Kemenko Polhukam di Jakarta, untuk koordinasi terkait dengan surat dari PT TWBI mengenai permohonan penegakan hukum. Kami sangat heran mengingat tidak ada penjelasan rinci mengenai agenda pertemuan tersebut. Jikapun tentang penegakan hukum, lalu dalam kaitan apa ForBALI diundang. Penegakan hukum seperti apa?”

Lebih lanjut Gendo menyatakan keheranannya, “lebih aneh lagi, setelah saya cermati, dari daftar undangan yang ada pada lampiran surat, khusus undangan yang non pemerintah justru lebih banyak dari organisasi masyarakat yang memang sudah diketahui umum sebagai pendukung PT TWBI seperti Yayasan Bumi Bali Bagus dan Forum Peduli Mangrove Bali.”

“Komposisi undangan seperti ini kerap kami temui. Padahal, semestinya jika kementerian seharusnya mengundang pula elemen-elemen masyarakat Bali yang menolak Reklamasi termasuk seharusnya mengutamakan mengundang Pasuabayan Desa adat/Pakraman Bali tolak Reklamasi Teluk Benoa yang notabene adalah pimpinan gerakan rakyat adat Bali menolak Reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya menambahkan.

ForBALI mengirimkan surat kepada Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI tertanggal 14 November 2016. Isi Surat ForBALI pada intinya meminta jawaban dan permohonan klarifikasi kepada Deputi Bidkor Hukum dan HAM RI, atas surat undangan rapat koordinasi yang telah dikirimkan kepada ForBALI tertanggal 8 November 2016. Surat perihal jawaban dan permohonan klarifikasi telah dikirimkan ForBALI dan ditembuskan kepada Sesmenko Polhukam dan Karo Sidhal kemarin (senin, 15 November 2016).

Jawaban dan permohonan klarifikasi diminta oleh ForBALI karena surat undangan yang dikirimkan oleh Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI tidak jelas maksud dan tujuannya. Deputi Bidkor Hukum dan HAM, hanya menjelaskan bahwa rapat koordinasi yang dimaksud adalah berdasarkan surat dari PT. TWBI, tertanggal 18 Juli 2016 perihal penegakan hukum. Surat Deputi Bidkor Hukum dan HAM RI sama sekali tidak menjelaskan permasalahan penegakan hukum apa yang dimaksud oleh PT.TWBI sehingga harus melibatkan ForBALI.

Surat yang dikirimkan ForBALI juga mempertanyakan kapasitas Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI dalam hal memfasilitasi pertemuan. Karena, surat undangan Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam hanya didasari oleh surat dari PT.TWBI perihal permohonan penegakan hukum.

ForBALI juga mempertanyakan sikap Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI yang tidak mengundang elemen-elemen yang bergerak di dalam isu penegakan hukum seperti Yayasan Lembga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).

Gendo menyatakan pihaknya terus terang mempertanyakan apa kapasitas dari Kemenko Polhukam mengadakan pertemuan ini. Kemenko Polhukam sedemikian responsifnya menindakanjuti permohonan dari swasta yakni PT TWBI. “Pertanyaan baliknya, apakah Kemenko Polhukam akan melakukan tindakan yang sama jika ForBALI yang meminta fasilitasi dari pemerintah?” ujarnya retoris.

“Kami akhirnya berkirim surat kepada Kementerian Polhukam untuk meminta klarifikasi ketidakjelasan agenda tersebut. Sangat tidak mungkin kami datang ke Jakarta untuk hal-hal yang tidak jelas,” katanya.

“Hal itulah yang membuat Kami dari ForBALI mengirimkan surat klarifikasi dan kami telah memutuskan tidak akan mendatangi pertemuan tersebut sepanjang tidak ada klarifikasi dari Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI yang mengadakan rapat koordinasi ini. Kami tidak anti dialog tetapi kami juga ingin dialog dilakukan dalam keadaan yang terang dan jelas serta setara,” tegas Gendo menyebutkan alasan ketidakhadiran ForBALI dalam pertemuan tersebut.