Tolak Reklamasi Berkedok Revitalisasi Teluk Benoa
Segera Batalkan Perpres 51 Tahun 2014
Komitmen Presiden Joko Widodo untuk bekerja keras mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim dengan menjadikan teluk sebagai masa depan peradaban Indonesia demi mewujudkan kejayaan Indonesia di laut adalah modal besar untuk mengembalikan Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi. Akan tetapi, komitmen Presiden telah terancam sebelum diucapkan. Sebelumnya, mantan presiden SBY pada masa kepemimpinannya telah menerbitkan Perpres 51/2014 tentang perubahan atas peraturan Presiden Nomor 45/2011 Tentang Rencana Tata Ruang SARBAGITA. Penerbitan Perpres tersebut pada intinya adalah menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 55 ayat (5) Perpres 45/2011 dan mengubahnya menjadi kawasan budidaya-zona penyangga yang dapat dilakukan reklamasi seluas 700 hektar.
Rencana reklamasi teluk benoa sejatinya telah mendapatkan penolakan yang keras dari masyarakat Bali. Rencana reklamasi Teluk Benoa adalah serangkaian tindakan yang mengabaikan penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat Bali baik oleh Desa Adat, Banjar, Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, STT (Sekaa Truna-Truni – organisasi pemuda banjar adat), pemuda, mahasiswa, seniman, musisi dan individu-individu serta Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, satu-satunya wadah industri pariwisata yang secara resmi diakui oleh Undang-undang. Survey terbaru yang dilakukan di kabupaten Badung oleh akademisi di Bali menunjukkan bahwa 64 persen masyarakat Kabupaten Badung tidak setuju dengan reklamasi Teluk Benoa dan hanya 9 persen masyarakat Kab. Badung yang setuju reklamasi, sementara 27 persennya tidak menjawab. Dalam survey tersebut, responden usia produktif yang notabene membutuhkan lapangan pekerjaan justru menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
Tidak hanya itu, di Nusa Tenggara Barat, Gubernur Nusa Tenggara Barat secara resmi juga telah menyatakan penolakannya terhadap rencana pengambilan pasir di Lombok yang akan digunakan untuk mereklamasi Teluk Benoa. Demikian halnya dengan Komisi IV DPR-RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan hasil rapat Komisi IV DPR-RI dan Ibu Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan tidak melanjutkan proyek reklamasi Teluk Benoa.
Selain mengabaikan penolakan, rencana reklamasi Teluk Benoa juga mengabaikan fakta-fakta bahwa rencana reklamasi Teluk Benoa tidak layak dilakukan berdasarkan aspek lingkungan, aspek teknis, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi financial di dalam studi kelayakan yang dilakukan oleh Universitas Udayana. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil kajian modeling conservation international, rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar hanya akan membuat wilayah di sekitarnya seperti Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang Dewa Ruci, Bandara Ngurah Rai, Tanjung Benoa dan sekitarnya akan tenggelam akibat berkurangannya wilayah tampungan banjir yang dari lima daerah aliran sungai (DAS) besar di sekitarnya yakni DAS Badung, DAS Mati, DAS Tuban, DAS Sama dan DAS Bualu.
Rencana reklamasi Teluk Benoa yang tidak layak,ancaman bencana banjir, serta masifnya penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa tidak menghentikan niat PT. TWBI dan pemerintah Provinsi Bali untuk menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa. Pasca penerbitan Perpres 51/2014 berbagai upaya untuk memaksakan rencana reklamasi Teluk Benoa dilakukan mulai konsultasi AMDAL dan penerbitan izin lokasi reklamasi untuk PT. TWBI. Di bawah kendali mantan Presiden SBY pula pada 17 oktober 2014 juga dilakukan rapat membahas Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) yang dipimpin Kementrian Lingkungan Hidup melalui Deputi Menteri Lingkungan Hidup di Jakarta. PT. TWBI juga menggelar kembali konsultasi publik AMDAL di gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali tanggal 11 maret 2015 yang diklaim sebagai konsultasi publik AMDAL tambahan dari konsultasi yang pernah dilakukan pada tanggal 19 Juni 2014. Padahal di dalam UU 32 tahun 2009 dan turunannya tidak pernah mengenal adanya tambahan konsultasi publik terlebih lagi konsultasi publik pertama dilakukan pada saat PT. TWBI belum mengantongi ijin.
Di dalam konsultasi tersebut pelibatan masyarakat tidak dilakukan secara sepenuhnya mengingat masyarakat terdampak tidak dilibatkan secara keseluruhan misalnya kelompok nelayan yang menggantungkan sumber kehidupannya di Teluk Benoa. Selain kelompok nelayan, Bendesa Adat Kelan, Bendesa Adat Sidakarya dan Kepala Desa Sidakarya juga tidak diundang dalam konsultasi tersebut. Desa Adat Kelan yang berdampingan dengan Desa Adat Kedonganan dan Desa Adat Tuban adalah desa adat lingkar inti Teluk Benoa yang selama ini terpublikasi luas menolak reklamasi juga tidak diundang. PT. TWBI juga tidak melibatkan masyarakat di Kabupaten Karangasem di dalam konsultasi AMDAL, padahal Kabupaten Karangasem adalah daerah yang akan terdampak karena dijadikan tempat untuk mengambil sumber material reklamasi Teluk Benoa.
Selain itu, PT. TWBI tidak mengundang organisasi ataupun forum-forum masyarakat yang selama 2 tahun mengadvokasi rencana proyek reklamasi Teluk Benoa seperti Sekaa Teruna – Teruni, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), lembaga swadaya masyarakat yang selama ini menolak reklamasi, komponen masyarakat bidang pariwisata yaitu GIPI (gabungan industry pariwisata Indonesia) sebuah lembaga sector pariwisata yang diakui oleh undang-undang. Kelompok masyarakat tersebut adalah kelompok masyarakat yang terpengaruh keputusan AMDAL yang seharusnya di undang dan dilibatkan di dalam konsultasi publik AMDAL.
Upaya pemaksaan untuk mereklamasi Teluk Benoa jelas bertentangan dengan komitmen Presiden untuk mewujudkan visi mengembalikan Indonesia sebagai negara maritime, dan menjadikan teluk adalah masa depan peradaban kita. Rencana reklamasi Teluk Benoa dengan segenap pelanggarannya terhadap undang-undang adalah serangkaian tindakan exploitative yang justru memunggungi Teluk Benoa dengan mengabaikan fungsi Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan dan daerah pasang surut sehingga rencana reklamasi Teluk Benoa juga menghambat tercapainya komitmen Indonesia dalam untuk mewujudkan 20 juta hektar kawasan konservasi perairan yang saat ini baru terealisasi sekitar 15 juta hektar.
Rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar, dengan melakukan perubahan fungsi Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan Teluk Benoa menjadi kawasan non-konservasi akan menjadi preseden buruk bagi kawasan konservasi perairan lain di Indonesia. Sehingga untuk mewujudkan visi kemaritiman Indonesia dan menjadikan teluk benoa sebagai masa depan peradaban bangsa, membatalkan rencana reklamasi Teluk Benoa dengan mencabut perpres 51 tahun 2014 dan mengembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi adalah jalan utama yang harus ditempuh demi mewujudkan visi kemaritiman Presiden Jokowi.
Komitmen Presiden dan dukungan rakyat menjadi modal besar bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk membatalkan perpres 51 tahun 2014 dan mengembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi. Dukungan rakyat untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara maritim dan menjadikan Teluk Benoa sebagai masa depan peradaban bangsa sangatlah besar.
Berdasarkan hal tersebut di atas, kami dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), menyatakan sikap:
- Menolak reklamasi Teluk Benoa dan menuntut dihentikannya upaya-upaya untuk memuluskan reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan oleh pemerintah di Bali maupun pemerintah pusat.
- Meminta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera membatalkan dan menghentikan seluruh proses pembahasan AMDAL reklamasi Teluk Benoa serta tidak menerbitkan Izin Lingkungan;
- Meminta Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk segera mencabut izin lokasi yang telah diberikan kepada PT TWBI pada era kepemimpinan presiden SBY dan menghentikan seluruh proses perizinan reklamasi Teluk Benoa, serta mendorong Menteri kelautan dan perikanan untuk tidak memberi celah kepada investor untuk melakukan upaya-upaya reklamasi Teluk Benoa.
- Menuntut Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo untuk melakukan tindakan yang bertujuan mengembalikan dan mempertahankan kawasan perairan Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi perairan.
- Menuntut Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo untuk membatalkan dan mencabut Perpres 51 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan SARBAGITA dengan memberlakukan kembali Perpres 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan SARBAGITA.
Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim.
Bangsa Pelaut tidak akan mengurug laut.
Denpasar, 8 April 2015
ForBALI adalah aliansi masyarakat sipil Bali lintas sektoral yang terdiri dari lembaga dan individu baik mahasiswa, LSM, seniman, pemuda, musisi, akademisi, dan individu-individu yang peduli lingkungan hidup dan mempunyai keyakinan bahwa Reklamasi Teluk Benoa adalah sebuah kebijakan penghancuran Bali. Adapun yang tergabung dalam ForBALI adalah:
Desa Adat, Banjar Adat & STT (Sekaa Truna-Truni /Lembaga Pemuda Adat):
Desa Adat Kelan Kabupaten Badung, Banjar Adat Kedaton Kesiman Denpasar, ST. Dharma Kretih Br. Kedaton Kesiman Denpasar, ST. Yowana jaya, Banjar lebah, STT Mekar Sari, Banjar Tegeh kori, STT. Ayu Nulus Gadung, STT. Eka Tunas Satya, Batubulan, STT. Abdi Utama, Marga, ST. Banjar Tampak Gangsul, STT. Panca Dharma Banjar Tegal Buah Padang Sambian Kelod Denpasar, ST Yowana Satya Dharma Banjar Bukit Buwung Kesiman Denpasar, ST. Yowana Dharma Bhakti Banjar Rangkan Sari Suwung Kauh, ST. Tunas Muda Banjar Dukuh Mertajati Sidakarya, ST. Dharma Sentana Banjar Anyar Gede Kedonganan Badung, STT. Setia Budi Banjar Sebual Jembrana, Forum Kuta Perjuangan
Organisasi Mahasiswa:
BEM UNHI (Badan Eksekutif Mahasiswa-Universitas Hindu Indonesia), BEM KBM Politeknik Negeri Bali, Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah Kota- Fakultas Teknik UNHI, Himpunan Mahasiswa Jururusan Teknik Sipil- Fakultas Teknik UNHI, FRONTIER-Bali (Front Demokrasi Perjuangan Rakyat), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Denpasar.
Komunitas Masyarakat dan Pemuda:
JALAK (Jaringan Aksi Tolak Reklamasi) Sidakarya Denpasar, Allpiss (Aliansi Pemuda Sidakarya) Denpasar, Jimbaran tolak Reklamasi (Jiwaraga), MAKAR (Masyarakat Jimbaran Anti Reklamasi), Cakra Wahyu, Forum Masyarakat Renon Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Masyarakat Canggu Tibubeneng Sayang Bali, GEMPAR-Teluk Benoa (Gerakan Masyarakat Pemuda Tolak Reklamasi), Tanjung Benoa Tolak Reklamasi (TBTR).
Pemuda Sukawati Tolak Reklamasi Gianyar, Pemuda Ubung Denpasar, Pemuda Sanur Bergerak Tolak Reklamasi, Pemuda Banjar Sama Undisan Bangli, OutSIDers & Lady Rose Bali, OutSIDers & Lady Rose Ungasan Jimbaran, OutSIDers & Lady Rose Bali Timur, OutSIDers & Lady Rose Julah Raya Buleleng, Komunitas sepeda Alcoholic Rider, TAPALA (Teruna Pencinta Alam) Satak, Kayumas Kaja.
Lembaga Swadaya Masyarakat:
KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Bali, Sloka Institute, Mitra Bali, PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Bali, PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum Dan HAM) Bali, Kalimajari, Yayasan Wisnu, Manikaya Kauci, Yayasan IDEP, Komunitas Taman 65, Komunitas Pojok, Bali Outbond Community, Penggak Men Mersi.
Seniman & Musisi:
Superman Is Dead, Navicula, Nosstress, The Bullhead, Geekssmile, Parau, Nymphea, Devildice, Eco Defender, The Dissland, Rollfast, Joni Agung & Double T, The Hydrant, Scares Of Bums, Ripper Clown, Ugly Bastard, Ganjil, The Sneakers, Goldvoice, Rootsradical, The Brews, Blackened, Suicidal Sinatra, Steel Bone Rigid, Suitcase For Kennedy, The Kantin, Ska Teenagers Punk, Durhaka, Refugee, Hyena Wants A Party, Patrick The Bastard, The Room, Evi Band, Billy Bob Cats, Poison And Rose, Bali Xtreme Drummer, Bali Guitar Club.
Selain kelembagaan, dalam gerakan ini juga bergabung individu-individu yang peduli keselamatan Bali.
Tolak Reklamasi Berkedok Revitalisasi Teluk Benoa
Segera Batalkan Perpres 51 Tahun 2014
Komitmen Presiden Joko Widodo untuk bekerja keras mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim dengan menjadikan teluk sebagai masa depan peradaban Indonesia demi mewujudkan kejayaan Indonesia di laut adalah modal besar untuk mengembalikan Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi. Akan tetapi, komitmen Presiden telah terancam sebelum diucapkan. Sebelumnya, mantan presiden SBY pada masa kepemimpinannya telah menerbitkan Perpres 51/2014 tentang perubahan atas peraturan Presiden Nomor 45/2011 Tentang Rencana Tata Ruang SARBAGITA. Penerbitan Perpres tersebut pada intinya adalah menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 55 ayat (5) Perpres 45/2011 dan mengubahnya menjadi kawasan budidaya-zona penyangga yang dapat dilakukan reklamasi seluas 700 hektar.
Rencana reklamasi teluk benoa sejatinya telah mendapatkan penolakan yang keras dari masyarakat Bali. Rencana reklamasi Teluk Benoa adalah serangkaian tindakan yang mengabaikan penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat Bali baik oleh Desa Adat, Banjar, Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, STT (Sekaa Truna-Truni – organisasi pemuda banjar adat), pemuda, mahasiswa, seniman, musisi dan individu-individu serta Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, satu-satunya wadah industri pariwisata yang secara resmi diakui oleh Undang-undang. Survey terbaru yang dilakukan di kabupaten Badung oleh akademisi di Bali menunjukkan bahwa 64 persen masyarakat Kabupaten Badung tidak setuju dengan reklamasi Teluk Benoa dan hanya 9 persen masyarakat Kab. Badung yang setuju reklamasi, sementara 27 persennya tidak menjawab. Dalam survey tersebut, responden usia produktif yang notabene membutuhkan lapangan pekerjaan justru menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
Tidak hanya itu, di Nusa Tenggara Barat, Gubernur Nusa Tenggara Barat secara resmi juga telah menyatakan penolakannya terhadap rencana pengambilan pasir di Lombok yang akan digunakan untuk mereklamasi Teluk Benoa. Demikian halnya dengan Komisi IV DPR-RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan hasil rapat Komisi IV DPR-RI dan Ibu Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan tidak melanjutkan proyek reklamasi Teluk Benoa.
Selain mengabaikan penolakan, rencana reklamasi Teluk Benoa juga mengabaikan fakta-fakta bahwa rencana reklamasi Teluk Benoa tidak layak dilakukan berdasarkan aspek lingkungan, aspek teknis, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi financial di dalam studi kelayakan yang dilakukan oleh Universitas Udayana. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil kajian modeling conservation international, rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar hanya akan membuat wilayah di sekitarnya seperti Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang Dewa Ruci, Bandara Ngurah Rai, Tanjung Benoa dan sekitarnya akan tenggelam akibat berkurangannya wilayah tampungan banjir yang dari lima daerah aliran sungai (DAS) besar di sekitarnya yakni DAS Badung, DAS Mati, DAS Tuban, DAS Sama dan DAS Bualu.
Rencana reklamasi Teluk Benoa yang tidak layak,ancaman bencana banjir, serta masifnya penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa tidak menghentikan niat PT. TWBI dan pemerintah Provinsi Bali untuk menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa. Pasca penerbitan Perpres 51/2014 berbagai upaya untuk memaksakan rencana reklamasi Teluk Benoa dilakukan mulai konsultasi AMDAL dan penerbitan izin lokasi reklamasi untuk PT. TWBI. Di bawah kendali mantan Presiden SBY pula pada 17 oktober 2014 juga dilakukan rapat membahas Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) yang dipimpin Kementrian Lingkungan Hidup melalui Deputi Menteri Lingkungan Hidup di Jakarta. PT. TWBI juga menggelar kembali konsultasi publik AMDAL di gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali tanggal 11 maret 2015 yang diklaim sebagai konsultasi publik AMDAL tambahan dari konsultasi yang pernah dilakukan pada tanggal 19 Juni 2014. Padahal di dalam UU 32 tahun 2009 dan turunannya tidak pernah mengenal adanya tambahan konsultasi publik terlebih lagi konsultasi publik pertama dilakukan pada saat PT. TWBI belum mengantongi ijin.
Di dalam konsultasi tersebut pelibatan masyarakat tidak dilakukan secara sepenuhnya mengingat masyarakat terdampak tidak dilibatkan secara keseluruhan misalnya kelompok nelayan yang menggantungkan sumber kehidupannya di Teluk Benoa. Selain kelompok nelayan, Bendesa Adat Kelan, Bendesa Adat Sidakarya dan Kepala Desa Sidakarya juga tidak diundang dalam konsultasi tersebut. Desa Adat Kelan yang berdampingan dengan Desa Adat Kedonganan dan Desa Adat Tuban adalah desa adat lingkar inti Teluk Benoa yang selama ini terpublikasi luas menolak reklamasi juga tidak diundang. PT. TWBI juga tidak melibatkan masyarakat di Kabupaten Karangasem di dalam konsultasi AMDAL, padahal Kabupaten Karangasem adalah daerah yang akan terdampak karena dijadikan tempat untuk mengambil sumber material reklamasi Teluk Benoa.
Selain itu, PT. TWBI tidak mengundang organisasi ataupun forum-forum masyarakat yang selama 2 tahun mengadvokasi rencana proyek reklamasi Teluk Benoa seperti Sekaa Teruna – Teruni, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), lembaga swadaya masyarakat yang selama ini menolak reklamasi, komponen masyarakat bidang pariwisata yaitu GIPI (gabungan industry pariwisata Indonesia) sebuah lembaga sector pariwisata yang diakui oleh undang-undang. Kelompok masyarakat tersebut adalah kelompok masyarakat yang terpengaruh keputusan AMDAL yang seharusnya di undang dan dilibatkan di dalam konsultasi publik AMDAL.
Upaya pemaksaan untuk mereklamasi Teluk Benoa jelas bertentangan dengan komitmen Presiden untuk mewujudkan visi mengembalikan Indonesia sebagai negara maritime, dan menjadikan teluk adalah masa depan peradaban kita. Rencana reklamasi Teluk Benoa dengan segenap pelanggarannya terhadap undang-undang adalah serangkaian tindakan exploitative yang justru memunggungi Teluk Benoa dengan mengabaikan fungsi Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan dan daerah pasang surut sehingga rencana reklamasi Teluk Benoa juga menghambat tercapainya komitmen Indonesia dalam untuk mewujudkan 20 juta hektar kawasan konservasi perairan yang saat ini baru terealisasi sekitar 15 juta hektar.
Rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar, dengan melakukan perubahan fungsi Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan Teluk Benoa menjadi kawasan non-konservasi akan menjadi preseden buruk bagi kawasan konservasi perairan lain di Indonesia. Sehingga untuk mewujudkan visi kemaritiman Indonesia dan menjadikan teluk benoa sebagai masa depan peradaban bangsa, membatalkan rencana reklamasi Teluk Benoa dengan mencabut perpres 51 tahun 2014 dan mengembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi adalah jalan utama yang harus ditempuh demi mewujudkan visi kemaritiman Presiden Jokowi.
Komitmen Presiden dan dukungan rakyat menjadi modal besar bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk membatalkan perpres 51 tahun 2014 dan mengembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi. Dukungan rakyat untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara maritim dan menjadikan Teluk Benoa sebagai masa depan peradaban bangsa sangatlah besar.
Berdasarkan hal tersebut di atas, kami dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), menyatakan sikap:
- Menolak reklamasi Teluk Benoa dan menuntut dihentikannya upaya-upaya untuk memuluskan reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan oleh pemerintah di Bali maupun pemerintah pusat.
- Meminta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera membatalkan dan menghentikan seluruh proses pembahasan AMDAL reklamasi Teluk Benoa serta tidak menerbitkan Izin Lingkungan;
- Meminta Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk segera mencabut izin lokasi yang telah diberikan kepada PT TWBI pada era kepemimpinan presiden SBY dan menghentikan seluruh proses perizinan reklamasi Teluk Benoa, serta mendorong Menteri kelautan dan perikanan untuk tidak memberi celah kepada investor untuk melakukan upaya-upaya reklamasi Teluk Benoa.
- Menuntut Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo untuk melakukan tindakan yang bertujuan mengembalikan dan mempertahankan kawasan perairan Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi perairan.
- Menuntut Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo untuk membatalkan dan mencabut Perpres 51 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan SARBAGITA dengan memberlakukan kembali Perpres 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan SARBAGITA.
Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim.
Bangsa Pelaut tidak akan mengurug laut.
Denpasar, 8 April 2015
ForBALI adalah aliansi masyarakat sipil Bali lintas sektoral yang terdiri dari lembaga dan individu baik mahasiswa, LSM, seniman, pemuda, musisi, akademisi, dan individu-individu yang peduli lingkungan hidup dan mempunyai keyakinan bahwa Reklamasi Teluk Benoa adalah sebuah kebijakan penghancuran Bali. Adapun yang tergabung dalam ForBALI adalah:
Desa Adat, Banjar Adat & STT (Sekaa Truna-Truni /Lembaga Pemuda Adat):
Desa Adat Kelan Kabupaten Badung, Banjar Adat Kedaton Kesiman Denpasar, ST. Dharma Kretih Br. Kedaton Kesiman Denpasar, ST. Yowana jaya, Banjar lebah, STT Mekar Sari, Banjar Tegeh kori, STT. Ayu Nulus Gadung, STT. Eka Tunas Satya, Batubulan, STT. Abdi Utama, Marga, ST. Banjar Tampak Gangsul, STT. Panca Dharma Banjar Tegal Buah Padang Sambian Kelod Denpasar, ST Yowana Satya Dharma Banjar Bukit Buwung Kesiman Denpasar, ST. Yowana Dharma Bhakti Banjar Rangkan Sari Suwung Kauh, ST. Tunas Muda Banjar Dukuh Mertajati Sidakarya, ST. Dharma Sentana Banjar Anyar Gede Kedonganan Badung, STT. Setia Budi Banjar Sebual Jembrana, Forum Kuta Perjuangan
Organisasi Mahasiswa:
BEM UNHI (Badan Eksekutif Mahasiswa-Universitas Hindu Indonesia), BEM KBM Politeknik Negeri Bali, Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah Kota- Fakultas Teknik UNHI, Himpunan Mahasiswa Jururusan Teknik Sipil- Fakultas Teknik UNHI, FRONTIER-Bali (Front Demokrasi Perjuangan Rakyat), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Denpasar.
Komunitas Masyarakat dan Pemuda:
JALAK (Jaringan Aksi Tolak Reklamasi) Sidakarya Denpasar, Allpiss (Aliansi Pemuda Sidakarya) Denpasar, Jimbaran tolak Reklamasi (Jiwaraga), MAKAR (Masyarakat Jimbaran Anti Reklamasi), Cakra Wahyu, Forum Masyarakat Renon Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Masyarakat Canggu Tibubeneng Sayang Bali, GEMPAR-Teluk Benoa (Gerakan Masyarakat Pemuda Tolak Reklamasi), Tanjung Benoa Tolak Reklamasi (TBTR).
Pemuda Sukawati Tolak Reklamasi Gianyar, Pemuda Ubung Denpasar, Pemuda Sanur Bergerak Tolak Reklamasi, Pemuda Banjar Sama Undisan Bangli, OutSIDers & Lady Rose Bali, OutSIDers & Lady Rose Ungasan Jimbaran, OutSIDers & Lady Rose Bali Timur, OutSIDers & Lady Rose Julah Raya Buleleng, Komunitas sepeda Alcoholic Rider, TAPALA (Teruna Pencinta Alam) Satak, Kayumas Kaja.
Lembaga Swadaya Masyarakat:
KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Bali, Sloka Institute, Mitra Bali, PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Bali, PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum Dan HAM) Bali, Kalimajari, Yayasan Wisnu, Manikaya Kauci, Yayasan IDEP, Komunitas Taman 65, Komunitas Pojok, Bali Outbond Community, Penggak Men Mersi.
Seniman & Musisi:
Superman Is Dead, Navicula, Nosstress, The Bullhead, Geekssmile, Parau, Nymphea, Devildice, Eco Defender, The Dissland, Rollfast, Joni Agung & Double T, The Hydrant, Scares Of Bums, Ripper Clown, Ugly Bastard, Ganjil, The Sneakers, Goldvoice, Rootsradical, The Brews, Blackened, Suicidal Sinatra, Steel Bone Rigid, Suitcase For Kennedy, The Kantin, Ska Teenagers Punk, Durhaka, Refugee, Hyena Wants A Party, Patrick The Bastard, The Room, Evi Band, Billy Bob Cats, Poison And Rose, Bali Xtreme Drummer, Bali Guitar Club.
Selain kelembagaan, dalam gerakan ini juga bergabung individu-individu yang peduli keselamatan Bali.





