November 5th, 2013 // ForBALI

Nak Bali di Yunani Tolak Reklamasi

Sebuah mural “Bali Tolak Reklamasi” sebesar 2.5M X 4M ditorehkan di tembok kampus Politechniopoli Athena, Yunani. Senimannya adalah WD, atau Wild Drawing (http://www.wdstreetart.com, http://www.facebook.com/wd.street.art), seorang nak Bali yang merantau ke Yunani, resah melihat nasib kampung halamannya yang terancam rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 838 H.

WD 1

WD adalah manusia yang selalu gerah. Kesibukannya bersiasat demi melangsungkan hidup di tengah paceklik negara yang sudah ditinggalinya selama lebih dari lima tahun ini tidak menghentikannya melampiaskan keresahan atau protesnya lewat mural, stensil, graffiti, atau poster.

Putra Nusa Penida ini menjadikan tembok sebagai medium seni sejak awal tahun 2000-an. Bersama Komunitas Pojok, WD melangkahkan kakinya ke jalanan dan menjadikan tembok sebagai sasaran berkesenian. Komunitas ini memang gandrung meluapkan protes terhadap ketidakadilan di Pulau Dewata lewat mural di tembok-tembok kota.

Karakter karya-karya WD kritis dan berani. Di pulau yang digandrungi dunia karena keindahannya ini, WD malah banyak menampilkan kebobrokan dan ironi dalam karyanya. Seniman lulusan ISI Denpasar ini selalu berani mengambil posisi, sikap, dan lantang bersuara-menolak netral.

WD 3

Kehadiran karya “Bali Tolak Reklamasi” di Yunani ini adalah bentuk upaya WD mengglobalkan yang lokal. Membawa isu tolak reklamasi dan isu-isu ketidakadilan di wilayah lainnya ke kancah global penting adanya. Dukungan masif dari seluruh penjuru dunia dibutuhkan dalam upaya meredam kerakusan segelintir manusia, apalagi jika suara rakyat di tingkat lokal sudah tidak diindahkan lagi oleh penguasa yang lalim.

WD jarang bisa pulang, dan masih tidak tahu kapan bisa pulang lagi. Namun kecintaan, kerinduan, dan keresahannya akan nasib tanah leluhurnya, tak ayal lagi muncul dalam mural karyanya ini. Bali membutuhkan lebih banyak WD. Nak Bali yang merantau jauh ke negeri orang, namun masih merasa khawatir semeton nya tergusur dari tanah mereka sendiri akibat privatisasi tanah air oleh oleh koalisi penguasa-pengusaha.

Foto: WD

Teks: ForBALI

Sebuah mural “Bali Tolak Reklamasi” sebesar 2.5M X 4M ditorehkan di tembok kampus Politechniopoli Athena, Yunani. Senimannya adalah WD, atau Wild Drawing (http://www.wdstreetart.com, http://www.facebook.com/wd.street.art), seorang nak Bali yang merantau ke Yunani, resah melihat nasib kampung halamannya yang terancam rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 838 H.

WD 1

WD adalah manusia yang selalu gerah. Kesibukannya bersiasat demi melangsungkan hidup di tengah paceklik negara yang sudah ditinggalinya selama lebih dari lima tahun ini tidak menghentikannya melampiaskan keresahan atau protesnya lewat mural, stensil, graffiti, atau poster.

Putra Nusa Penida ini menjadikan tembok sebagai medium seni sejak awal tahun 2000-an. Bersama Komunitas Pojok, WD melangkahkan kakinya ke jalanan dan menjadikan tembok sebagai sasaran berkesenian. Komunitas ini memang gandrung meluapkan protes terhadap ketidakadilan di Pulau Dewata lewat mural di tembok-tembok kota.

Karakter karya-karya WD kritis dan berani. Di pulau yang digandrungi dunia karena keindahannya ini, WD malah banyak menampilkan kebobrokan dan ironi dalam karyanya. Seniman lulusan ISI Denpasar ini selalu berani mengambil posisi, sikap, dan lantang bersuara-menolak netral.

WD 3

Kehadiran karya “Bali Tolak Reklamasi” di Yunani ini adalah bentuk upaya WD mengglobalkan yang lokal. Membawa isu tolak reklamasi dan isu-isu ketidakadilan di wilayah lainnya ke kancah global penting adanya. Dukungan masif dari seluruh penjuru dunia dibutuhkan dalam upaya meredam kerakusan segelintir manusia, apalagi jika suara rakyat di tingkat lokal sudah tidak diindahkan lagi oleh penguasa yang lalim.

WD jarang bisa pulang, dan masih tidak tahu kapan bisa pulang lagi. Namun kecintaan, kerinduan, dan keresahannya akan nasib tanah leluhurnya, tak ayal lagi muncul dalam mural karyanya ini. Bali membutuhkan lebih banyak WD. Nak Bali yang merantau jauh ke negeri orang, namun masih merasa khawatir semeton nya tergusur dari tanah mereka sendiri akibat privatisasi tanah air oleh oleh koalisi penguasa-pengusaha.

Foto: WD

Teks: ForBALI