September 21st, 2016 // ForBALI

Alit Ambara: ForBALI adalah Gerakan Besar untuk Keadilan, Bukan Sekadar Tolak Reklamasi

Di tengah ingar-bingar musik dari sejumlah penampil acara, kepada indeksberita Alit bercerita tentang ForBALI yang menurutnya lebih dari sekadar gerakan tolak reklamasi, melainkan sebuah gerakan besar untuk keadilan,

SONY DSC

ForBALI saat ini bukan hanya sebagai gerakan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. ForBALI sudah menjadi gerekan besar dalam memperjuangkan pelestarian lingkungan, perjuangan menjaga keberlangsungan adat, dan menolak kebijakan yang pro modal yang dibuat tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Singkatnya, ForBALI sudah menjadi gerakan besar untuk keadilan bung.

Saya melihat ini sebuah kemajuan besar, karena selama ini tradisi Bali bukan tradisi gerakan. Untuk memasang satu baliho saja di desa, beberapa jam saja sudah diturunkan lagi, sekarang malah di semua titik-titik strategis di wilayah Bali Selatan dan Denpasar serta wilayah lainnya, terdapat baliho-baliho yang menunjukan protes terhadap reklamasi ini

Sebenarnya kekecewaan masyarakat Bali, bukan hanya di dua hal tadi (Reklamasi di Sarangan dan Nusa Dua). Kita masih ingat dengan pembangunan Bali Nirwana Resort, juga menuai protes tetapi kemudian pembangunan tetap berjalan.

Nah…rencana untuk reklamasi Teluk Benoa, tidak boleh terjadi. Harus ditolak. Kami sekarang menjadi peduli. Kita tidak mau hanya tahu dari media, terus mendiamkannya. Sama seperti rencana pembangunan sirkuit di Bali, kita baru tahu dari media.

Akibat dari semangat ForBALI ini, saya rasa masyarakat Bali akan lebih responsif dan kritis melihat apa yang akan terjadi di Bali.

Sebagai catatan, BNR (Bali Nirwana Resort) adalah proyek resor internasional yang dibangun oleh keluarga Bakrie. Proyek tersebut memindahkan kepemilikan tanah milik masyarakat seluas 120 hektar dan 135 KK harus rela digusur. Untuk di Serangan, reklamasi sudah dilakukan, menghubungkan antara Pulau Bali dan Pulau Sarangan. Dilakukan oleh PT BTID milik Bambang Trihatmodjo. Tetapi kemudian terbengkalai dan menjadi penyebab utama banjir, lalu oleh pemda dijadikan wilayah konservasi. Pemda, LSM dan masyarakat, kemudian bekerjasama merehabilitasinya dengan penanaman bakau. Sedangkan reklamasi Teluk Benoa, akan dilaksanakan oleh Tommy Winata, melalui PT. TWBI (Tirta Wahana Bahari International).

Gerakan ForBALI kemudian menjadi besar

Pertama gerakan ini telah menjadi gerakan adat, gerakan budaya, mereka melakukan aksi-aksi dengan berpakaian adat. Dan ini menarik kelompok masyarakat lainnya yang tadinya belum terlibat.

Kedua, dukungan anak-anak muda demikian besarnya. Mereka besar di paska Orde Baru. Mereka tidak memiliki trauma atas kejamnya orde baru, sehingga tidak takut, bahkan tidak terpikir bahwa ini beresiko. Kemudian anak-anak muda pekerja seni, seperti Jerinx dan Superman is Dead, membuat gerakannya semakin populer.

Sehingga saat ada intrik-intrik pendanaan dan tuduhan bahwa ini berbau PKI, separatis, dan lain-lain, mereka gak gentar. Dan perjuangan makin meluas. Tentu selain kedua hal ini, juga adanya kesadaran akibat negatif dari reklamasi.

Kita harus ingat penolakan reklamasi di Benoa sudah lama, hampir 4 tahun. Demikian pula penolakan terhadap reklamasi Teluk Jakarta. Tapi kami di Bali mengutamakan gerakan anti reklamasinya, bukan anti Mangku Pastika-nya.

Kedua, di Bali, adat berperan besar sebagai faktor pengikat. Saat sekelompok masyarakat aksi turun ke jalan dengan pakaian adatnya, maka ini bisa menarik masyarakat Bali lainnya. Peran Alit Ambara dalam gerakan ForBALI diakui melalui poster-poster yang dibuatnya untuk mendukung gerakan ini. Karyanya ini digunakan secara resmi oleh gerakan ForBALI. Tetapi poster perlawanan Alit sudah merentang sejak jauh sebelumnya, saat terlibat aktif melawan rejim Orde Baru.

buzz-poster-alit-ambara-e1455021795714

Apakah gerakan ForBALI ini tidak takut akan menghambat investasi pariwisata, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi di Bali?

Ah itu kesan negatif yang sengaja dihembuskan untuk melemahkan gerakan ini. Kalau mau jujur, sebenarnya pembangunan kepariwisataan di Bali masih menyemut di wilayah Selatan Pulau Bali. Wilayah Selatan sudah jenuh. Sedangkan wilayah utaranya masih kosong. Kenapa investor tidak berinvestasi di wilayah utara saja. Bukankah kalau itu dilakukan (membangun wilayah utara), maka keadilan pembangunan dapat tercapai. Mereka ingin enaknya saja bermain di dalam kerumunan yang sudah ada, tanpa peduli itu akan merusak lingkungan.

Penulis Teddy Wibisana

disadur dari: http://www.indeksberita.com/alit-ambara-forbali-adalah-gerakan-besar-keadilan-bukan-sekadar-tolak-reklamasi/

Di tengah ingar-bingar musik dari sejumlah penampil acara, kepada indeksberita Alit bercerita tentang ForBALI yang menurutnya lebih dari sekadar gerakan tolak reklamasi, melainkan sebuah gerakan besar untuk keadilan,

SONY DSC

ForBALI saat ini bukan hanya sebagai gerakan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. ForBALI sudah menjadi gerekan besar dalam memperjuangkan pelestarian lingkungan, perjuangan menjaga keberlangsungan adat, dan menolak kebijakan yang pro modal yang dibuat tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Singkatnya, ForBALI sudah menjadi gerakan besar untuk keadilan bung.

Saya melihat ini sebuah kemajuan besar, karena selama ini tradisi Bali bukan tradisi gerakan. Untuk memasang satu baliho saja di desa, beberapa jam saja sudah diturunkan lagi, sekarang malah di semua titik-titik strategis di wilayah Bali Selatan dan Denpasar serta wilayah lainnya, terdapat baliho-baliho yang menunjukan protes terhadap reklamasi ini

Sebenarnya kekecewaan masyarakat Bali, bukan hanya di dua hal tadi (Reklamasi di Sarangan dan Nusa Dua). Kita masih ingat dengan pembangunan Bali Nirwana Resort, juga menuai protes tetapi kemudian pembangunan tetap berjalan.

Nah…rencana untuk reklamasi Teluk Benoa, tidak boleh terjadi. Harus ditolak. Kami sekarang menjadi peduli. Kita tidak mau hanya tahu dari media, terus mendiamkannya. Sama seperti rencana pembangunan sirkuit di Bali, kita baru tahu dari media.

Akibat dari semangat ForBALI ini, saya rasa masyarakat Bali akan lebih responsif dan kritis melihat apa yang akan terjadi di Bali.

Sebagai catatan, BNR (Bali Nirwana Resort) adalah proyek resor internasional yang dibangun oleh keluarga Bakrie. Proyek tersebut memindahkan kepemilikan tanah milik masyarakat seluas 120 hektar dan 135 KK harus rela digusur. Untuk di Serangan, reklamasi sudah dilakukan, menghubungkan antara Pulau Bali dan Pulau Sarangan. Dilakukan oleh PT BTID milik Bambang Trihatmodjo. Tetapi kemudian terbengkalai dan menjadi penyebab utama banjir, lalu oleh pemda dijadikan wilayah konservasi. Pemda, LSM dan masyarakat, kemudian bekerjasama merehabilitasinya dengan penanaman bakau. Sedangkan reklamasi Teluk Benoa, akan dilaksanakan oleh Tommy Winata, melalui PT. TWBI (Tirta Wahana Bahari International).

Gerakan ForBALI kemudian menjadi besar

Pertama gerakan ini telah menjadi gerakan adat, gerakan budaya, mereka melakukan aksi-aksi dengan berpakaian adat. Dan ini menarik kelompok masyarakat lainnya yang tadinya belum terlibat.

Kedua, dukungan anak-anak muda demikian besarnya. Mereka besar di paska Orde Baru. Mereka tidak memiliki trauma atas kejamnya orde baru, sehingga tidak takut, bahkan tidak terpikir bahwa ini beresiko. Kemudian anak-anak muda pekerja seni, seperti Jerinx dan Superman is Dead, membuat gerakannya semakin populer.

Sehingga saat ada intrik-intrik pendanaan dan tuduhan bahwa ini berbau PKI, separatis, dan lain-lain, mereka gak gentar. Dan perjuangan makin meluas. Tentu selain kedua hal ini, juga adanya kesadaran akibat negatif dari reklamasi.

Kita harus ingat penolakan reklamasi di Benoa sudah lama, hampir 4 tahun. Demikian pula penolakan terhadap reklamasi Teluk Jakarta. Tapi kami di Bali mengutamakan gerakan anti reklamasinya, bukan anti Mangku Pastika-nya.

Kedua, di Bali, adat berperan besar sebagai faktor pengikat. Saat sekelompok masyarakat aksi turun ke jalan dengan pakaian adatnya, maka ini bisa menarik masyarakat Bali lainnya. Peran Alit Ambara dalam gerakan ForBALI diakui melalui poster-poster yang dibuatnya untuk mendukung gerakan ini. Karyanya ini digunakan secara resmi oleh gerakan ForBALI. Tetapi poster perlawanan Alit sudah merentang sejak jauh sebelumnya, saat terlibat aktif melawan rejim Orde Baru.

buzz-poster-alit-ambara-e1455021795714

Apakah gerakan ForBALI ini tidak takut akan menghambat investasi pariwisata, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi di Bali?

Ah itu kesan negatif yang sengaja dihembuskan untuk melemahkan gerakan ini. Kalau mau jujur, sebenarnya pembangunan kepariwisataan di Bali masih menyemut di wilayah Selatan Pulau Bali. Wilayah Selatan sudah jenuh. Sedangkan wilayah utaranya masih kosong. Kenapa investor tidak berinvestasi di wilayah utara saja. Bukankah kalau itu dilakukan (membangun wilayah utara), maka keadilan pembangunan dapat tercapai. Mereka ingin enaknya saja bermain di dalam kerumunan yang sudah ada, tanpa peduli itu akan merusak lingkungan.

Penulis Teddy Wibisana

disadur dari: http://www.indeksberita.com/alit-ambara-forbali-adalah-gerakan-besar-keadilan-bukan-sekadar-tolak-reklamasi/