September 8th, 2014 // ForBALI

Bale Kulkul Banjar Kedaton Kesiman dan Saksi Sejarah

Oleh Bayu Pramana

Entah kebetulan atau tidak, saya menemukan dua foto lama bale kulkul banjar kedaton kesiman di Google.

Foto pertama menampilkan sang bale kulkul pada tanggal 18 September 1906, persis dua hari sebelum penyerbuan tentara kolonial Belanda ke Badung tepatnya ke Puri Kesiman, Puri Denpasar dan Puri Pemecutan. Terlihat jelas beberapa serdadu belanda memanggul senapan tanda siap tempur melintasi sisi depan banjar kedaton kesiman yang ditandai background bale kulkulnya.

bale kulkul01

Foto kedua adalah imaji seorang pelancong Eropa (Belanda) yang mengabadikan potret dirinya di depan bale kulkul Banjar Kedaton, kemungkinan diambil dari sisi timur. Foto tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 1930-an di mana saat itu Pemerintah kolonial Belanda sedang menggarap propaganda Baliseering. Program ini untuk menata kehidupan sosiokultural masyarakat Bali yang sebelumnya mereka anggap bengis, petarung dan kejam menuju ke arah Bali yang cantik, manis, ramah dan welcome terhadap pendatang baru.

bale kulkul02

Saat itu pula masyarakat Bali mulai bersentuhan langsung dengan pariwisata dengan ditandai oleh pembangunan Bali hotel, Museum Bali, Pelabuhan Benoa dan Bandara Tuban.

Berpuluh tahun masyarakat Bali terlena dalam rayuan cinta bernama pariwisata, semua sektor bergantung kepada pariwisata. Orang Bali sebagian menjadi terangkat ekonominya karena pariwisata. Hal-hal sakral pun kemudian bisa dimodifikasi untuk kepentingan pariwisata, tanpa bermaksud menganggap itu negatif.

Sawah sawah produktif beralih fungsi menjadi infrastruktur atas nama pariwisata. Jalan, hotel, dan akomodasinya dibangun besar besaran mulai tahun 1980-an. Pantai, pura, puri dan tarian semua dikreasikan untuk sajian pariwisata.

Tahun berlalu, di saat sedang mereguk nikmatnya impact pariwisata, sebagian yang tidak langsung menikmati dampaknya mulai galau dengan apa yang terjadi. Tanah-tanah bukan lagi milik orang Bali. Lalu di mana kebudayaan Bali akan tumbuh kalau tanahnya sudah tidak ada ??

Ada sekelompok investor menawarkan ide dan solusinya.

Gampang, kita buatkan kalian tanah baru, pulau baru, sehingga kalian bisa memiliki lapangan kerja baru, katanya. Sekitar 700 hektar lahan baru akan membangkitkan kebanggaan kalian akan Bali dan budayanya. Di sana akan dibangun apartemen, kondominium, sirkuit, mall, marina, kasino dan lainnya. “Pemerintah kalian dan pemimpin pemimpin pilihan kalian sudah setuju. Lalu tunggu apalagi?? Ayo segera kita realisasikan,” kata sang investor.

Semua tercengang, apakah itu yang Bali butuhkan?

bale kulkul03

Tak semua sependapat, pergolakan terjadi. Sebagian besar masyarakat menolak, sebagian kecil apatis, dan sebagian lebih kecil lagi setuju dengan iming-iming keuntungan tertentu.

Para pemuda yang peduli turun ke jalan. Ada yang unjuk pendapat. Ada yang bermusik, berpameran seni dan melawan di jejaring sosial. Ratusan komunitas lainnya memasang balihoo penolakan di penjuru pulau Bali, walau ada juga yang merobeknya di mana-mana.

Terlihat kita diadu. Orang Bali melawan sesama Bali. Si investor entah di mana. Dengan uangnya mereka mampu membayar semua.

Banjar-banjar bergerak, termasuk ikut memasang baliho baliho penolakan. Salah satunya di depan bale kulkul Banjar Kedaton Kesiman seperti yang terlihat di foto ketiga. Ratusan krama banjar bergerak mendesak penolakan.

Roh sang bale kulkul sepertinya tidak tinggal diam melihat sejarahnya dikoyak. Dia telah menyaksikan kejamnya penaklukan Belanda, menyaksikan segala tipu daya pariwisata, dan kini keserakahan para pemodal besar. Selama bale kulkul dan bale banjar tetap berdiri, tak boleh lagi ada toleransi terhadap keserakahan penguasa.

Kalau semua berlanjut, mungkin sudah saatnya seluruh kulkul banjar yang ada di Bali dipukul bertalu-talu…. Bulus….. Saatnya rakyat Bali turun ke jalan.

Catatan: Masyarakat Kesiman berpadu dengan Puri sudah pernah melawan dan berhasil mengagalkan reklamasi di pantai Padang Galak 1998.

Oleh Bayu Pramana

Entah kebetulan atau tidak, saya menemukan dua foto lama bale kulkul banjar kedaton kesiman di Google.

Foto pertama menampilkan sang bale kulkul pada tanggal 18 September 1906, persis dua hari sebelum penyerbuan tentara kolonial Belanda ke Badung tepatnya ke Puri Kesiman, Puri Denpasar dan Puri Pemecutan. Terlihat jelas beberapa serdadu belanda memanggul senapan tanda siap tempur melintasi sisi depan banjar kedaton kesiman yang ditandai background bale kulkulnya.

bale kulkul01

Foto kedua adalah imaji seorang pelancong Eropa (Belanda) yang mengabadikan potret dirinya di depan bale kulkul Banjar Kedaton, kemungkinan diambil dari sisi timur. Foto tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 1930-an di mana saat itu Pemerintah kolonial Belanda sedang menggarap propaganda Baliseering. Program ini untuk menata kehidupan sosiokultural masyarakat Bali yang sebelumnya mereka anggap bengis, petarung dan kejam menuju ke arah Bali yang cantik, manis, ramah dan welcome terhadap pendatang baru.

bale kulkul02

Saat itu pula masyarakat Bali mulai bersentuhan langsung dengan pariwisata dengan ditandai oleh pembangunan Bali hotel, Museum Bali, Pelabuhan Benoa dan Bandara Tuban.

Berpuluh tahun masyarakat Bali terlena dalam rayuan cinta bernama pariwisata, semua sektor bergantung kepada pariwisata. Orang Bali sebagian menjadi terangkat ekonominya karena pariwisata. Hal-hal sakral pun kemudian bisa dimodifikasi untuk kepentingan pariwisata, tanpa bermaksud menganggap itu negatif.

Sawah sawah produktif beralih fungsi menjadi infrastruktur atas nama pariwisata. Jalan, hotel, dan akomodasinya dibangun besar besaran mulai tahun 1980-an. Pantai, pura, puri dan tarian semua dikreasikan untuk sajian pariwisata.

Tahun berlalu, di saat sedang mereguk nikmatnya impact pariwisata, sebagian yang tidak langsung menikmati dampaknya mulai galau dengan apa yang terjadi. Tanah-tanah bukan lagi milik orang Bali. Lalu di mana kebudayaan Bali akan tumbuh kalau tanahnya sudah tidak ada ??

Ada sekelompok investor menawarkan ide dan solusinya.

Gampang, kita buatkan kalian tanah baru, pulau baru, sehingga kalian bisa memiliki lapangan kerja baru, katanya. Sekitar 700 hektar lahan baru akan membangkitkan kebanggaan kalian akan Bali dan budayanya. Di sana akan dibangun apartemen, kondominium, sirkuit, mall, marina, kasino dan lainnya. “Pemerintah kalian dan pemimpin pemimpin pilihan kalian sudah setuju. Lalu tunggu apalagi?? Ayo segera kita realisasikan,” kata sang investor.

Semua tercengang, apakah itu yang Bali butuhkan?

bale kulkul03

Tak semua sependapat, pergolakan terjadi. Sebagian besar masyarakat menolak, sebagian kecil apatis, dan sebagian lebih kecil lagi setuju dengan iming-iming keuntungan tertentu.

Para pemuda yang peduli turun ke jalan. Ada yang unjuk pendapat. Ada yang bermusik, berpameran seni dan melawan di jejaring sosial. Ratusan komunitas lainnya memasang balihoo penolakan di penjuru pulau Bali, walau ada juga yang merobeknya di mana-mana.

Terlihat kita diadu. Orang Bali melawan sesama Bali. Si investor entah di mana. Dengan uangnya mereka mampu membayar semua.

Banjar-banjar bergerak, termasuk ikut memasang baliho baliho penolakan. Salah satunya di depan bale kulkul Banjar Kedaton Kesiman seperti yang terlihat di foto ketiga. Ratusan krama banjar bergerak mendesak penolakan.

Roh sang bale kulkul sepertinya tidak tinggal diam melihat sejarahnya dikoyak. Dia telah menyaksikan kejamnya penaklukan Belanda, menyaksikan segala tipu daya pariwisata, dan kini keserakahan para pemodal besar. Selama bale kulkul dan bale banjar tetap berdiri, tak boleh lagi ada toleransi terhadap keserakahan penguasa.

Kalau semua berlanjut, mungkin sudah saatnya seluruh kulkul banjar yang ada di Bali dipukul bertalu-talu…. Bulus….. Saatnya rakyat Bali turun ke jalan.

Catatan: Masyarakat Kesiman berpadu dengan Puri sudah pernah melawan dan berhasil mengagalkan reklamasi di pantai Padang Galak 1998.